Masih dalam suasana dingin Kota Yogyakarta, JAC perseid meteor hunters melesat ke arah selatan, Pesisir Parangkusumo. 12 Agustus 2011 malam, merupakan H -1 bulan purnama. Sinar pantulnya detail menelisik ke setiap sudut sand dune. Sungguh benderang. Riuh berdebam suara ombak menjadi back sound observasi kali ini.
Setibanya dilokasi, bulan baru saja tergelincir dari zenith. Sementara itu dari ufuk timur, dengan malu-malu si Jupiter mulai memamerkan kecemerlangannya. Di hamparan langit, tampak pula awan stratus yang mencoba meredupkan si Luna. Sempat terpikir mustahil untuk bisa melihat meteor dengan kondisi langit seperti ini. Namun kami tak lekas patah semangat. Harapan itu selalu ada.
Sambil menunggu berlalunya awan stratus, kami pun mempersiapkan senjata malam ini, teleskop dan binokuler (juga kamera tentunya). Ketika peralatan telah siap beroperasi, saat itu pula stratus telah berlalu. Objek pertama kami adalah planet terbesar di tata surya, Jupiter. Dari teleskop, planet bergas ini tampak oranye cemerlang dengan empat satelit yang mendampinginya. Sebenarnya Jupiter tidak hanya memiliki empat satelit saja, namun 63. Hanya saja empat terbesar yang dapat tertangkap teleskop malam lalu adalah Io, Europa, Ganymade, dan Callisto. Io merupakan satelit dengan warna kuning-emas. Warna ini disebabkan oleh gunung api pada permukaan Io, yang mancarkan belerang . Satelit Europa memiliki permukaan yang membeku, ada dugaan bahwa terdapat laut di bawah permukaannya. Sedangkan satelit terbesar ditata surya (lebih besar dari merkurius), bernama Ganymade. Ia juga memiliki lapisan membeku yang menutupi bebatuan inti. Samar-samar terlihat pula badai yang terjadi pada permukaan jupiter.
|
|
Sementara satu persatu dari kami menikmati Jupiter, bulan kian beranjak turun dari zenith. Teleskop berbalik arah, memburu wajah dekat si luna. Menelusuri kawah-kawah serta pegunungan yang ada di permukaannya. Lautan yang berasal dari bekuan lava membentuk daerah yang gelap. Sementara itu daerah yang lebih tinggi menghasilkan area yang lebih terang. Dari bumi, kita juga dapat melihat area gelap pada permukaan bulan dengan mata telanjang.
Selesai dengan Luna, selanjutnya kami memposisikan diri untuk memburu meteor. Bulan kian turun, sehingga langit di atas Gunung Kidul sudah lebih gelap dari pada tadi. Tak seperti biasanya, pengamatan kali ini diwarnai dengan berbagai promosi dari sana sini, menambah riuh deburan ombak.
Disela-sela aksi promosi, obrolan astronomi kali ini mengarah ke kutub-kutub bumi, aurora. Kemilau warna hijau, merah, dan biru yang menghias langit-langit daerah lintang tinggi ini menjadi bahasan yang menarik. Bagaimana bisa warna-warna itu muncul di langit, berpendar dengan paras cantiknya??
Pada dasarnya, bumi ini bagaikan magnet berukuran sangat besar dimana medan magnetiknya , (magnetosfer) bertindak sebagai perisai perlindungan bumi. Perlindungan ini dilakukan dengan cara membelokkan sejumlah partikel nuklir dari aktivitas angin matahari. Angin matahari menyebabkan adanya gelombang getaran, sehingga ketika berbenturan dengan perisai magnet bumi sebagian partikel dibelokkan, sebagian terjebak di bagian luar (dalam sabuk van allen), dan sisanya menembus bagian atas lapisan udara di kutub .
pada saat partikel-partikel nuklir tersebut menembus lapisan ionosfer, dan bertumbukan dengan atom atau molekul yang ada, Energi yang dilepaskan menghasilkan warna-warna cahaya yang berbeda, tergantung pada ketinggina dan jenis molekulnya. Pada ketinggian di atas 300km, partikel tersebut bertumbukan dengan atom hidrogen sehingga menimbulkan warna kemerah-merahan. Pada ketinggian 140km, bertumbukan dengan molekul oksigen sehingga menimbulkan warna biru atau ungu, sedangkan pada ketinggian 100km, partikel bertumbukan atom oksigen dan nitrogen, sehingga menimbulkan cahaya berwarna hijau atau merah muda.
Semoga, suatu saat nanti, JAC mengadakan observasi aurora ^_^
Sejauh ini, belum satupun meteor yang menampakkan diri pada kami, padahal meteor shower perseids ini memiliki intensitas 100 meteor per jam. Meteor2 itu telah terkaburkan oleh bulan malam ini. Begitupula dengan jutaan bintang di langit, yang hanya terlihat satu dua, yaitu mereka-mereka yang bermagnitud rendah.
Bumi tetap berotasi. Pleiades juga telah tampak di langit timur. Open cluster yang satu ini terbilang dekat dengan bumi, karena ia bisa dilihat dengan mata telanjang. Pleiades atau M45 terletak pada konstelasi taurus. Ia merupakan kumpulan jutaan bintang muda, dengan tujuh bintang terangnya yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Dalam gugus bintang muda ini mengandung banyak gas dan debu, sehingga semakin mempercantik area kecil tersebut.
Puas menjelajah pleiades, kami kembali berjajar dipinggir jalan, kembali berharap ada meteor yang lewat. Perbincangan kesana kemari pun mewarnai penantian kali ini. hingga pada akhirnya, seruan itu terdengar. Seruan teman-teman yang beruntung menyimak fireball kemerahan melesat cantik dari arah utara ke selatan. Lalu disambut dengan seruan kekecewaan bagi mereka yang terlewatkan adegan tersebut. Dapat melihat meteor dalam kondisi langit seperti ini, seperti Oscar mendapat air di padang pasirnya.
Hari semakin pagi, rembulan siap menjemput peraduan, dan Sang Pemburu telah terbit di langit timur dengan gagahnya. Kini, tiba saatnya bagi kami untuk mengintip nebula orion atau M42. Nebula ini berada diantara Saiph, Rigel, dan Sabuk Orion. Nebula Orion akan tampak seperti bintang ketika kita melihat dengan mata telanjang. Namun sesungguhnya, area ini banyak sekali mengandung gas dan debu yang semakin mempercantik dirinya.
Waktu terus beranjak, hingga tiba saatnya untuk sahur, itu artinya observasi perseids tahun ini akan segera usai.
Dan akhirnya, dengan iringan doa di dalam hati masing-masing, perlahan kami beranjak meninggalkan lokasi Manasik Haji Parangkusumo. Melaju menjemput segala aktivitas pada 13 Agustus 2011.
Rasanya perlu belajar banyak dari erni 🙂
iyo betul itu kiki. 🙂
hei hei… saya kan masih belajar dari anda2 semua yang sudah senior 🙂