[Referensi]
Malam ini cuaca sedikit berawan tipis. Bulan bersinar terang dan bintang-bintang tampak redup dikegelapan malam. Tampak sebuah lingkaran putih tipis mengelilingi Bulan malam ini. Jika diamat-amati ia tampak seperti pelangi namun bukan juga pelangi karena sangat tipis sekali. Dipotret dengan kamera HP, cincin tipis itupun tampak sekali mengelilingi rembulan yang malam ini bertahta di angkasa raya.
Di pulau jawa fenomena lingkaran yang muncul di sekeliling Bulan biasa disebut sebagai Bulan kalangan atau dalam dunia internasional menyebut fenomena lingkaran Bulan ini sebagai Halo Bulan. Di masa lalu Halo Bulan atau Bulan Kalangan dianggap sebagai sebuah fenomena pertanda akan terjadinya peristiwa buruk. Keyakinan dimasa lalu ini masih turun temurun hingga masa kini dan berkembang di wilayah pedesaan. Lantas sebenarnya apa itu Bulan Kalangan atau Halo Bulan? Bulan Kalangan atau Halo Bulan sejatinya adalah sebuah fenomena optik biasa yang terjadi diketinggian 5-13 kilometer dari permukaan air laut. Di ketinggian 5-13 kilometer, suhu udara dapat mencapai -20°C hingga -30°C. Suhu yang amat sangat dingin ini dapat membentuk ribuan titik-titik air yang ada di udara menjadi awan maupun kristal es dan salah satunya adalah kristal es berbentuk segienam atau heksagonal yang berukuran 0,1 mm. Saat Bulan memantulkan cahaya matahari kearah permukaan Bumi, sinar yang masuk di ketinggian 5-13 km akan bertemu dengan ribuan kristal es yang berbentuk segienam.
Apa yang terjadi? Ketika sinar tersebut mengenai sisi kristal es berbentuk segienam, sinar akan dibiaskan dan menghasilkan pembelokan sudut sebesar 22° hingga 50°. Pada rentang sudut tersebut terdapat sudut yang akan menciptakan fenomena optik berbentuk “lingkaran jelas” dengan jari-jari 22° dan 46°. Fenomena optik inilah yang kita sebut sebagai Halo Bulan atau Bulan kalangan. Berdasarkan dari pembelokan tersebut umumnya Halo Bulan dibedakan atas dua macam yakni Halo Bulan berjari-jari 22° dan Halo Bulan berjari-jari 46°. Halo Bulan 22° sering sekali muncul di langit malam.
Bagaimana perspektif masyarakat zaman dahulu terhadap Halo Bulan? Masyarakat di zaman dahulu menggunakan alam sebagai pertanda sebuah kejadian. Dalam sebuah wawancara penelitian yang dilakukan oleh Komunitas Astronomi Penjelajah Langit, Halo Bulan diceritakan sebagai sebuah pertanda atau peringatan akan terjadinya musibah. Di Yogyakarta, sebelum era tahun 70-an ketika halo Bulan tampak dimalam hari para orang tua akan menasehati anak-anaknya untuk selalu waspada dan berhati-hati karena akan terjadi musibah. Di lain tempat, Halo Bulan atau yang juga disebut sebagai Rembulan Kalangan diyakini sebagai pertanda akan adanya narapidana yang melarikan diri dari penjara. Dan dalam catatan linimasa sebuah buku mengatakan bahwa pada malam hari 20 Juni 1970 Rachmawati Soekarno melihat Halo Bulan kemudian di pagi hari 21 Juni 1970 Sang Proklamator Ir. Soekarno wafat. Dari kejadian demi kejadian inilah Halo Bulan menjadi fenomena alam yang memiliki image sebagai pertanda bencana.
Mungkinkah halo Bulan menjadi pertanda akan terjadinya peristiwa buruk atau bencana?
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Halo Bulan merupakan sebuah fenomena optik yang dihasilkan oleh cahaya. Halo Bulan tidak menimbulkan munculnya bencana maupun peristiwa buruk. Adapun jika kemunculan halo bulan ini diartikan sebagai pertanda akan munculnya sebuah bencana, kami di komunitas astronomi Penjelajah Langit telah melakukan pengamatan Halo Bulan berkali-kali dan menemukan bahwa kemunculan Halo Bulan dilangit tidak memberikan dampak apapun dipermukaan Bumi kecuali sebuah pemandangan langit malam yang indah. Halo Bulan tidak saja terjadi di Indonesia namun juga terjadi di wilayah kutub hingga khatulistiwa.
Referensi :
“Explainer: what are halos?”. 4 Juni 2020. http://media.bom.gov.au/social/blog/1917/explainer-what-are-halos/
“22° Halo Formation”. 4 Juni 2020. https://www.atoptics.co.uk/halo/circ1.htm
Eros Djarot. 2006. Siapa Sebenarnya Soeharto. Mediakita
Gunawan dkk. 2015. Perspektif Budaya Jawa Dalam Memandang Benda Langit Sebagai Pertanda Malapetaka. Seminar Astronomi dalam Budaya Nusantara