Selama ini orang-orang mengenal ‘cuaca’ sebagai kondisi langit di bumi seperti langit yang cerah, berawan, atau hujan. Sebenarnya istilah ‘cuaca’ juga digunakan di antariksa. Namun hal itu berbeda dengan cuaca di bumi, cuaca antariksa meliputi aktivitas matahari, angin surya, keadaan magnetosfer, termosfer, dan ionosfer. Dalam bahasan kali ini kita akan membahas tentang isi buku yang telah dirilis oleh LAPAN yang berjudul Fenomena Cuaca Antariksa. Bagaimana isi dari buku tersebut? Mari kita kupas bersama isi dari buku Fenomena Cuaca Antariksa
|
|
Cuaca antariksa terjadi setiap saat yang efeknya berpengaruh pada teknologi (satelit, wahana antariksa) dan kehidupan manusia. Angin surya misalnya, dengan medan magnetnya yang terbawa hingga ke bumi berpotensi meningkatkan konsentrasi ozon yang menyebabkan naiknya temperatur di permukaan bumi. Keselamatan dan kesehatan astronot yang sedang memiliki misi di luar angkasa juga akan terancam dengan radiasi elektromagnetik dan partikel bermuatan.
Matahari memiliki aktivitas-aktivitas dalam kesehariannya berupa sunspot (bintik hitam), flare (ledakan matahari), prominensa, lubang korona sebagai sumber angin matahari berkecepatan tinggi, dan Coronal Mass Ejection (Lontaran Massa Korona). Aktivitas matahari tersebut terjadi secara siklik. Ketika banyak ledakan flare dan CME, menandakan tingginya aktivitas matahari. Saat intensitas ledakan sudah menurun, aktivitas matahari berkurang meskipun cuaca antariksa tetap perlu diwaspadai mengingat bahwa cuaca antariksa selalu terjadi setiap saat. Adanya CIR dan sinar kosmik yang bahkan lebih berpengaruh dari aktivitas matahari.
Dampak khusus akibat aktivitas matahari berupa semburan radio matahari (Solar radio burst), badai matahari dan CIR, gangguan sistem dan orbit wahana antariksa. Semburan radio disebabkan oleh perubahan kondisi plasma di atmosfer matahari karena perubahan jumlah dan laju artikel yang terlontar dari matahari. Efeknya adanya pancaran gelombang elektromagnetik pada rentang panjang gelombang radio yang disebut sebagai semburan radio matahari. Lain pula dengan semburan radio matahari, CME dan flare yang disebut sebagai badai matahari berdampak pada wahana antariksa dan gangguan atau bahkan kerusakan teknologi di bumi. Untuk memprediksi terjadinya badai matahari, LAPAN memantau kondisi matahari melalui aktivitas sunspot. Dampak parah yang ditimbulkan akibat aktivitas matahari adalah gangguan sistem dan orbit wahana antariksa yang dapat berupa penurunan ketinggian satelit hingga resiko tubrukan antarbenda buatan.
Selain matahari, medan magnet bumi menjadi indikator cuaca antariksa. Magnet bumi disebut geomagnet. Geomagnet ini bekerja menahan dan membelokkan partikel bermuatan dari angin surya. Geomagnet ini dibagi dalam beberapa daerah. Daerah yang pertama adalah magnetosfer yang berfungsi melindungi bumi dari partikel bermuatan angin surya. Namun tidak semua partikel dapat terhalang. Jika terlalu banyak partikel yang masuk, akan terjadi menyebabkan terjadinya badai geomagnetik sehingga terjadi fenomena aurora dan dampak buruknya dapat menimbulkan gangguan teknologi di bumi maupun luar angkasa. Daerah kedua adalah ionosfer yang terbentuk dari ionosasi molekul sinar UV di bagian atmosfer bumi. Flare dan CME pada lapisan ionosfer menyebabkan perubahan kerapatan elektron yang akan mengganggu sistem teknologi komunikasi dan navigasi.
Badai terbesar pernah terjadi pada September 1859 dengan nilai Dst mancapai -1760nT yang dikenal dengan nama Carrington event. Cara mengantisipasi dampak negatif cuaca antariksa, LAPAN telah membangun sistem peringatan dini secara online. Selain itu juga dengan membangun ruang monitoring cuaca antariksa. Selanjutnya LAPAN akan meninformasikan kepada masyarakat.
Screenshot Buku Fenomena Cuaca Antariksa. Sumber : rachmanabdul.wordpress.com, 2013.