Dibalik Hilangnya Satelit Telkom-3 di Langit

Misi Luar Angkasa Planet Bumi Satelit

Inilah paradoks. Saat AS berpesta pora dengan keberhasilan mengantar robot penjelajah Curiosity menjejak tanah Mars dengan teknik pendaratan unik yang tak pernah ada sebelumnya, berbilang 14 jam kemudian justru salah satu kekuatan antariksa lainnya, yakni Russia, malah dirundung nestapa. Roket Proton-M dengan tingkat teratas Briz-M mengalami masalah dalam peluncurannya pada 7 Agustus 2012 pukul 02:31 WIB sehingga gagal mengantar muatannya ke orbit yang dituju. Dan Indonesia turut dirundung nestapa, sebab salah satu dari dua muatan yang digendong roket Proton-M nan naas ini adalah satelit Telkom-3. Satelit yang dimiliki PT Telkom ini tak hanya dirancang untuk kepentingan komersial semata, melainkan juga mengemban misi strategis sebagai salah satu jalur komunikasi pemerintahan yang terproteksi khususnya untuk urusan pertahanan dan keamanan negara serta sebagai pendukung operasi badan-badan usaha yang dimiliki negara.

Gambar 1.
Roket Proton-M saat mengangkasa dari kosmodrom Baikonur (Kazakhstan) membawa satelit Telkom-3 dan Ekspress-MD2.
Sumber : Kruchinev, 2012.

Roket Proton-M

Proton-M merupakan varian dari roket Proton yang dikembangkan Uni Soviet di tengah kancah Perang Dingin. Semula ditujukan sebagai rudal balistik yang sanggup melontarkan hululedak nuklir berkekuatan 100 megaton TNT (5.000 kali lebih dahsyat dibanding bom nuklir Hiroshima) hingga jarak 13.000 km, roket Proton menemukan momentum barunya saat Uni Soviet secara rahasia mencoba membangun roket raksasa N-1 guna menuju ke Bulan. Proton lantas disiapkan sebagai roket pendorong (booster) roket raksasa tersebut. Namun setelah program pendaratan manusia ke Bulan kehilangan daya pikatnya seiring diakhirinya program Apollo di AS dan dibatalkannya roket N-1 di Soviet, Proton menemukan dirinya sebagai satu-satunya roket dengan daya angkut terbesar ke antariksa selama hampir dua dekade kemudian, hingga Uni Soviet membangun roket Energia (1987) sementara AS merilis roket Titan IV (1989).

Roket Proton-M merupakan varian termutakhir dalam keluarga roket Proton yang mulai beroperasi sejak 2001. Proton-M memiliki tinggi 53 meter, diameter 7,4 meter dan berat 713 ton dengan daya angkut muatan sebesar 22 ton ke orbit rendah dengan inklinasi 52 derajat (orbit stasiun antariksa ISS), atau 6 ton ke orbit transfer geostasioner, atau 3,5 ton ke orbit geosinkron. Mengikuti kebiasaan era-Uni Soviet, roket Proton-M merupakan roket tiga tingkat dengan banyak mesin roket di tingkat pertama (6 mesin) dan kedua (4 mesin). Seluruh tingkat ditenagai kombinasi bahan bakar dimetil hidrazin asimetrik-nitrogen tetroksida (DHA-N2O4) yang bersifat hipergolik, sehingga mampu menyala sendiri kala bersentuhan tanpa perlu sistem pembakar. Konfigurasi mesin dan bahan bakar demikian membuat roket proton-M memiliki daya tolak sebesar 1.073 ton pada saat meluncur dan bakal menyala hingga 9 menit 12 detik hingga mencapai ketinggian sub-orbit tertentu untuk kemudian melepaskan muatannya.



Gambar 2.
Roket Proton-M dalam kondisi kosong dan sedang ditarik menuju landasan peluncurannya melalui rel kereta api.
Sumber : NASA Spaceflight, 2012.

Sejak pertama kali digunakan, roket Proton telah meluncur 377 kali dengan kesuksesan 335 kali (tingkat kegagalan 11 %). Sementara sejak varian Proton-M dioperasikan, telah terjadi 61 kali peluncuran dengan kesuksesan 56 kali dan tingkat kegagalan yang lebih rendah dibanding keluarga roket Proton secara keseluruhan, yakni 8 %. Dan kegagalan termutakhir adalah pada peluncuran 7 Agustus 2012 pukul 02:31 WIB yang membuat dua muatan satelit komunikasinya nyasar di langit, yakni satelit Telkom-3 dan Express MD2.

Kegagalan

Evaluasi sementara menunjukkan, roket Proton-M sebenarnya bekerja dengan normal sampai pada tingkat ketiganya. Setelah tiba di ketinggian sub-orbit 192 km dari permukaan Bumi dengan inklinasi 74,5 derajat, tingkat teratas Briz-M melepaskan diri dan bersiap untuk menghidupkan mesinnya. Briz-M memiliki berat kotor maksimum 22 ton dan ditenagai pula oleh kombinasi bahan bakar DHA-N2O4 (masing-masing 80 liter) yang mampu menyalakan mesinnya hingga 18 menit 7 detik sehingga bakal mendorong muatannya ke orbit transfer geostasioner pada inklinasi 48 derajat. Briz-M yang digunakan dalam peluncuran satelit Telkom dan ekspress MD2 adalah varian Fase 3 yang memiliki dua tanki bahan bakar utama menggantikan enam tanki dalam varian sebelumnya. Briz-M Fase 3 ini juga memindahkan seluruh instrumen komandonya ke bagian tengah roket, sebagai upaya untuk mengatasi gangguan pembebanan pada saat melepaskan diri dari tingkat ketiga roket proton-M.

Gambar 3.
Briz-M sedang dirakit dengan bagian-bagian roket Proton-M lainnya.
Sumber : Spacesafety Magazine, 2012.

Faktanya, Briz-M Fase 3 ini hanya menyala 7 detik untuk kemudian mati mendadak tanpa sebab yang jelas. Akibatnya muatan yang dibawanya pun nyasar ke orbit yang tidak dikehendaki. Data radar pelacak satelit milik US Air Force (AS) memperlihatkan Briz-M dan kedua muatannya tersebut terperangkap dalam orbit lonjong dengan perigee (titik terdekat ke Bumi) sejauh 264 km sementara apogee (titik terjauh ke Bumi) 4.989 km pada inklinasi 50 derajat. Dalam orbit tersebut Briz-M dan kedua muatannya riskan mengalami gangguan, mulai dari kemungkinan berbenturan dengan sampah antariksa atau obyek lainnya yang masih aktif hingga mengalami penurunan orbit sedikit demi sedikit akibat bergesekannya Briz-M dan kedua muatannya dengan udara di lapisan atmosfer atas. Meski sangat tipis, jika gesekan berlangsung konsisten dalam waktu lama, maka kecepatan orbit Briz-M dan kedua muatannya akan terkurangi, yang berakibat pada turunnya ketinggian orbit secara gradual. Jika ini dibiarkan tanpa bisa ditangani dengan baik, maka Briz-M dan kedua muatannya akan jadi sampah antariksa terbesar (22 ton) yang bakal jatuh ke Bumi.

Mengapa ?

Pertanyaannya, mengapa Briz-M mati lebih cepat sehingga gagal mengantar muatannya ke tujuan?

Sejumlah orang berfikir ada konspirasi dibaliknya, yang mewujud dalam sabotase, menyerupai apa yang terjadi pada Phobos-Grunt yang jatuh tercebur ke Samudera Pasifik bagian timur pada 16 Januari 2012 lalu dan pesawat komersial teranyar Sukhoi SuperJet 100 yang menabrak Gunung Salak. Phobos-Grunt dianggap diganggu oleh radar superkuat AS di stasiun Kwajalein, Kepulauan Marshall (Pasifik tengah) tepat setelah meluncur ke langit. Namun faktanya, penyelidik Russia sendiri justru mengindikasikan Phobos-Grunt jatuh akibat masih digunakannya mikroprosesor yang tak memenuhi syarat dalam komputer internal Phobos-Grunt, yakni mikroprosesor yang kurang tangguh dalam mengantisipasi radiasi berenergi tinggi di antariksa. Sementara dalam kasus Sukhoi SuperJet 100, rekaman CVR dari kotak hitam mengindikasikan faktor utamanya adalah human error, saat pilot meminta izin untuk berbelok ke kanan (dengan asumsi hendak melewatkan pesawatnya di antara dua pucuk Gunung Salak) sementara pengontrol penerbangan langsung memberikan otorisasi tanpa melalui evaluasi terlebih dahulu.

Gambar 4.
Satelit Telkom-3 dalam kondisi terlipat, sebelum dimasukkan ke cangkang muatan Briz-M.
Sumber : NASA Spaceflight, 2012.

Karena itu kemungkinan sabotase pada Briz-M sangat kecil, apalagi Russia selalu merahasiakan kemana roketnya diterbangkan, kecuali pada stasiun-stasiun pelacak (tracking) yang semuanya dioperasikan dan berada di daratan Russia. Kemungkinan yang lebih besar adalah masalah teknis pada Briz-M. Karena sempat menyala hingga 7 detik dan data US Air Force mengindikasikan Briz-M masih utuh (tidak meledak), maka masalahnya mungkin terletak pada sistem elektroniknya. Ini yang sedang diselidiki Russia dan konsekuensinya semua rencana peluncuran roket Proton-M ditunda tanpa batas waktu.

Kegagalan ini cukup menyesakkan, mengingat dalam dua tahun terakhir Russia secara beruntun mengalami lima peristiwa yang hampir sama. Dimulai pada Februari 2011, saat tingkat teratas roket Rokot gagal dan membuat satelit militer Geo-IK2 tersesat di orbit rendah. Lantas disusul peristiwa 18 Agustus 2011 saat tingkat atas Briz-M juga gagal dan membuat satelit Ekspress-AM4 nyasar. Seminggu kemudian lagi-lagi tingkat ketiga gagal, kali ini dialami roket Soyuz, sehingga kargo Progress M12-M yang dibawanya tak sanggup meluncur dan akhirnya jatuh terhempas di hutan Siberia. Pada 8 November 2011, giliran Phobos-Grunt yang seharusnya terbang ke Mars menjumpai masalah di orbit parkir Bumi. Seakan belum cukup, pada 23 Desember 2011 giliran roket Soyuz-2 jatuh di Siberia sesaat setelah meluncur, membuat satelit komunikasi militer Meridian yang diangkutnya hancur berantakan.

Rangkaian kegagalan tersebut, yang dipungkasi dengan kegagalan Briz-M mengantar satelit Telkom-3 dan Ekspress MD2 ke tujuan, amat menampar wajah Russia. Dalam kata-kata Vladimir Popovin, direktur Roscosmos (badan antariksa Russia), “industri antariksa Russia kini berada dalam krisis.”

1 thought on “Dibalik Hilangnya Satelit Telkom-3 di Langit

Leave a Reply