Sejarah Teleskop Refraktor

Teleskop

[Referensi]
Revisi : Mei 2018

Pada tahun 1608 pria berkebangsaan Jerman Hans Lippershey menemukan teropong yang dapat membantu melihat benda dikejauhan menjadi seolah tampak terlihat dekat didepan mata. Teropong tersebut terdiri atas dua buah lensa pembesar dikedua ujung tabungnya. Tak lama kemudian berita penemuan teropong tersebar luas ke seluruh penjuru eropa dan terdengar hingga ke negeri Belanda.

Dialah Sacharias Jansen beserta Jacob Adriaanszoon pria berkebangsaan Belanda yang menyatakan bahwa penemuan teropong oleh Hans Lippershey sebenarnya telah ditemukan pertama kali di negara Belanda. Mendengar pernyataan tersebut, Hans Lippershey kemudian mengajukan klaim bahwa penemuan teropong pertama kali adalah di negeri Jerman. Klaim penemuan teropong akhirnya muncul dari dua belah pihak. Keduanya saling berseteru atas hak paten teropong. Perseteruan dari keduanya menarik simpati masyarakat Belanda hingga akhirnya pemerintah Belanda turun tangan untuk ikut membantu menyelesaikan permasalahan hak paten tersebut. Pada mulanya Hans Lippershey adalah orang pertama yang memiliki hak paten atas teropong. Namun setelah Sacharias Jansen beserta Jacob Adriaanszoon mengajukan klaim akan penemuan alat tersebut, pihak pemerintah Belanda mengadakan penelusuran lebih lanjut dan diketahui bahwa Sacharias Jansen beserta Jacob Adriaanszoon adalah orang pertama yang membuat teropong hanya saja penemuannya saat itu tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat umum.

Galileo Galilei sang penemu teleskop refraktor. Sumber : swathik.com

Mendengar berita tentang penemuan teropong, seorang astronom berkebangsaan Italia yaitu Galileo Galilei mencoba membuat teropong dengan desain teropong yang telah di reka ulang. Pada hasil desain rekaan teropong milik Galileo, Galileo meletakkan dua buah lensa di kedua ujung tabung yang terdiri atas lensa cembung datar berfungsi sebagai pengumpul cahaya dan lensa cekung datar yang berfungsi sebagai pembesar bayangan benda. Diperkirakan desain teropong dari Sacharias Jansen hanya mencapai 3x pembesaran sedang desain teropong Galileo mencapai 33x pembesaran. Desain teropong Galileo ini sangat susah untuk ditiru hingga akhirnya Giovanni Demisiani memberi nama teropong Galileo dengan sebutan teleskop atau teleskopos dimana istilah tersebut diambil dari dua bahasa Yunani yaitu tele = ‘jauh’ dan skopein = ‘untuk melihat.’ Teropong ciptaan galileo tak hanya menjadi teropong pertama yang memiliki sebutan teleskop, bahkan teropong ciptaan galileo juga disebut sebagai desain teleskop Galilean.

Dengan kemampuan teleskop 33x pembesaran, Galileo mulai mengarahkan teleskop buatannya ke arah Bulan. Dilihatnya sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh orang sebelumnya bahkan oleh Galileo sendiri. Saat itu Galileo melihat bahwa di permukaan bulan ternyata berkawah dan tidak rata, planet Yupiter ternyata mempunyai satelit alam yang mengorbit seperti Bulan mengelilingi Bumi, planet Venus yang ternyata juga memiliki fase seperti fase Bulan serta permukaan matahari yang senantiasa berubah-ubah dan tak jarang tampak bintik-bintik hitam yang disebut sebagai bintik matahari (sunspot). Oleh Galileo seluruh penemuan ini di abadikan dalam sebuah buku yang bernama “Sidereal Messenger.”

Replika teleskop Galileo di observatorium Griffith. Sumber : scitechantiques.com

Kemampuan teleskop ciptaan galileo untuk mempelajari benda-benda langit ternyata masih memiliki kekurangan. Sempitnya medan pandang yang dihasilkan oleh teleskop desain Galileo ternyata menjadi persoalan seiring berkembangnya pengamatan langit menggunakan teleskop. Johannes Kepler astronom berkebangsaan Jerman, pada tahun 1611 mencoba mereka ulang kembali desain teleskop Galileo. Kepler menemukan bahwa medan pandang sempit disebabkan oleh lensa cekung datar. Kemudian ia mencoba mengganti lensa cekung datar dengan lensa cembung datar. Sehingga jenis lensa obyektif dan lensa okuler pada desain teleskop Kepler menggunakan jenis lensa sama yaitu lensa cembung datar. Hasil desain teleskop desain Kepler ternyata mampu memberikan medan pandang yang luas bagi pengamat dengan bayangan benda terbalik. Desain teleskop Kepler kemudian disebut sebagai desain refraktor Keplerian.

Teleskop ciptaan Galileo dan Kepler adalah teleskop dengan sistem optik lensa atau yang kita sebut sebagai teleskop refraktor. Di masa itu kelemahan sistem optik lensa terletak pada munculnya abrasi kromatik dimana panjang gelombang warna dibiaskan oleh lensa pada sudut yang berlainan dan seluruh fokus panjang gelombang tidak terpusat pada satu titik fokus sehingga menciptakan warna pelangi pada bayangan benda langit yang dihasilkan. Hal tersebut menjadi masalah bagi seluruh teleskop refraktor di kala itu.

Gambar teleskop udara milik Johannes Hevelius. Sumber : Harvard University

Perlahan solusi atas abrasi kromatik mulai muncul meski solusi tersebut tidak banyak menuntaskan permasalahan yang ada. Rancangan teleskop menggunakan beberapa lensa dimana lensa memiliki titik fokus yang saling berdekatan dan tidak lagi menggunakan tabung teleskop, membuat rancangan teleskop ini menjadi rancangan teleskop terekstrim kala itu. Teleskop dengan rancangan ini bernama teleskop udara atau dunia internasional menyebutnya sebagai “aerial telescope”. Pada desain teleskop udara, lensa utama diletakkan pada ujung tombak kemudian berselang beberapa meter diletakkan kembali lensa-lensa hingga sedemikian panjangnya dan pengamat duduk di ujung tombak sambil memegangi lensa okuler saat mengamati langit. Dua astronom yang pernah menggunakan teleskop semacam ini adalah Johannes Hevelius dimana dalam pengamatannya ia berhasil memetakan bulan dengan menggunakan teleskop udara sepanjang 45 meter dan Christian Huygens yang membangun teleskop udara sepanjang 63 meter.

Referensi :
– Hockey, Thomas. 2005. Biographical Encyclopedia of Astronomers. Springer
– Bergamini, David. 1983. “Pustaka alam life alam semesta”. Tira Pustaka Jakarta
– Helden, Albert. 1989. “Sidereus Nuncius or The Sidereal Messenger, 1610, Galileo Galilei”. The University of Chicago Press

Leave a Reply