Meteor Cemerlang di Langit malam

Hujan Meteor

Sebuah kilatan cahaya terang berwarna putih kekuning–kuningan melesat cepat di atas langit selatan pantai Parangkusumo, Bantul (DIY) pada Sabtu dinihari 23 April 2011 pukul 00:50 WIB dan berhasil diabadikan oleh tim observasi Jogja Astro Club (JAC). Kilatan cahaya ini merupakan meteor cemerlang (fireball), yakni jenis meteor yang memiliki kecerlangan setara atau melebihi terangnya Venus (magnitudo visual = –4). Ini adalah jenis meteor yang langka, sebab rata–rata meteor hanya memiliki magnitudo visual +2 atau 250 kali lebih redup ketimbang fireball. Untuk selanjutnya kilatan cahaya terang tersebut dinamakan fireball Parangkusumo 2011.

Meteor merupakan fenomena ekstraterestrial yang wajar bagi Bumi. Per tahunnya Bumi dibombardir 20–79 juta kg (atau 55–216 ton/hari) batuan dari angkasa baik yang berupa remah–remah komet ataupun pecahan asteroid. Jika massa sebesar itu dikumpukan di satu tempat maka akan terbentuk sebuah bukit. Untunglah mayoritas dari meteor tersebut terpanaskan hingga habis menguap di dalam lingkungan atmosfer Bumi sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi planet ini. Sebaliknya, peradaban manusia justru mengenal meteor sebagai benda langit pembawa keberuntungan atau pertanda nasib baik, entah secara personal maupun komunal. Perkecualian hanya di Gunung Kidul (DIY) tatkala meteor sering ditafsirkan sebagai pulung gantung yang memberi alamat buruk, sebab kerap nongol ketika sebuah peristiwa gantung diri terjadi.

Meski meteor dipersepsikan sangat mendalam pada peradaban manusia Indonesia, sebaliknya sangat jarang adanya laporan kenampakan meteor/fireball yang dilengkapi dengan citra fotografis. Untuk 2010–2011 ini, laporan kenampakan meteor hanya ada dari Tenggarong dan Lhokseumawe. Sementara laporan jatuhnya meteor datang dari Duren Sawit (Jakarta), Ngada (NTB) dan Cirebon (Jabar) meski dua yang terakhir tersebut ternyata tidak benar (bukan peristiwa meteor jatuh). Karena itu observasi fireball Parangkusumo 2011 merupakan satu momen penting bagi dunia astronomi Indonesia.

Fireball Parangkusumo 2011 muncul tatkala hujan meteor periodik (shower) Lyrids 2011 sedang mencapai puncaknya. Dengan kondisi Bulan pada saat itu baru saja meninggalkan purnama dan memiliki fase 73 % dengan magnitudo visual –12,4 maka langit sangat diwarnai oleh cahaya Bulan sehingga bintang–bintang redup tak terlihat, pun demikian dengan meteor pada umumnya. Namun bintang–bintang terang seperti Alpha Centauri (Rigil Kentaurus), salah satu bintang tetangga terdekat ke Bumi (yang berjarak 4,4 tahun cahaya) tetap terlihat. Maka logis jika hanya fireball yang bisa terlihat dalam situasi tersebut.

International Meteor Organization (IMO) menyebut hujan meteor Lyrids disebabkan oleh remah–remah komet Thatcher yang terlepas dari permukaan sang komet dan terserak di sepanjang orbitnya tatkala komet mendekati perihelion dalam perjalanannya mengelilingi Matahari lewat orbitnya yang sangat lonjong dengan periode 415 tahun. Gangguan gravitasi Bumi menyebabkan remah–remah komet tersebutberubah orbitnya secara perlahan–lahan untuk kemudian tertarik masuk ke atmosfer Bumi sehingga berpijar sebagai meteor dengan kecepatan inisial rata–rata 49 km/detik. Hujan meteor Lyrids pertama kali teramati pada 16 Maret 687 SM oleh astronom–astronom Cina Kuno. IMO menyebut rata–rata jumlah meteor Lyrids per jam pada saat puncaknya adalah 10–15 meteor, dengan perkecualian pada 1922, 1945 dan 982 yang mencapai 100–an meteor/jam.

Citra fotografis hasil observasi di Parangkusumo mengindikasikan fireball Parangkusumo 2011 muncul dari dekat bintang gamma Centauri di rasi Centaurus, atau dari azimuth sekitar 200 derajat dan altitude sekitar 35 derajat. Fireball kemudian melintas cepat ke arah barat daya atau melintasi sisi barat rasi Gubung Penceng/Salib Selatan (Crux) sebelum kemudian lenyap. Ekstrapolasi lintasan fireball menuju azimuth yang berlawanan menunjukkan lintasan fireball tepat segaris dengan posisi sumber hujan meteor periodik Lyrids yang saat itu berada di langit timur laut (pada azimuth 41 derajat dengan altitude 31 derajat). Dengan demikian fireball Parangkusumo mungkin bagian dari meteor Lyrids, yang memiliki lintasan demikian panjang sehingga menyeberangi langit Parangkusumo dari timur laut menuju barat daya. Ukuran fireball mengindikasikan magnitudo visualnya tidak jauh dari angka –4 dan jelas tidak mungkin mencapai angka –8 karena munculnya fireball ini tidak diiringi dengan suara dentuman/gemeretak yang khas.

Menggunakan spreadsheet dari Marco Langboek (Perhimpunan Meteor Belanda) maka diketahui pada posisi awal munculnya fireball Parangkusumo 2011, ia tak mungkin memiliki kecepatan inisial 49 km/detik, sebab jika kecepatan inisialnya melebihi 42,7 km/detik maka fireball tersebut akan memiliki orbit hiperbola, sesuatu yang tak mungkin untuk meteor Lyrids. Namun M. Simek (observatorium Ondrejov, Cekoslovakia) pada 1963 memperlihatkan meteor Lyrids memiliki rentang kecepatan 43–49 km/detik, dimana batas bawahnya tidak berbeda jauh dengan angka 42,7 km/detik hasil simulasi. Maka dengan kecepatan inisial 42,7 km/detik, magnitudo visual –4 dan altitude 35 derajat, maka aplikasi persamaan Jenniskens (1968) memperlihatkan fireball Parangkusumo 2011 memiliki massa sekitar 0,25 kilogram dengan energi 0,2 GigaJoule (setara 54 kg bahan peledak TNT) dan estimasi diameternya 8–11 cm (bila berbentuk bulat) atau setara ukuran bola tenis. Ukuran ini jauh lebih kecil dibanding diameter batas pada altitude 35 derajat yang sebesar 3–8,9 meter sehingga bisa dipastikan fireball Parangkusumo 2011 habis teruapkan sepenuhnya di atmosfer tanpa sisa. Agar bisa menyisakan diri dan jatuh ke permukaan Bumi sebagai meteorit, fireball Parangkusumo 2011 haruslah memiliki kecerlangan –14 atau 3,3 kali lipat lebih terang dibanding Bulan purnama, sesuatu yang tak mungkin untuk meteormeteor yang berasal dari remah–remah komet.

Jejak meteor cemerlang (fireball) Parangkusumo 2011, dengan latar belakang rasi bintang Gububg Penceng/Salib Selatan (Crux) dan Centaurus yang terkenal dengan bintang alfa Centauri-nya (bintang terdekat ke Bumi setelah Matahari). Garis biru menunjukkan orientasi Crux untuk menentukan titik selatan.

Leave a Reply