Langit senja di kaki langit barat berubah menjadi siluet antara biru dan orange. Nampak sang surya telah lelah menyinari bumi sore itu. 3 Jam perjalanan dari kota yogyakarta menuju kota kebumen tidak menyurutkan semangat kami ingin bertemu dengan saudara para pecinta langit dari kota metropolitan, Jakarta. Jalan yang terjal dan suara shock breaker yang meredam getaran dari bawah roda menemani kami selama perjalanan. Tak lupa panduan GPS yang terhubung dengan maps senantiasa memandu perjalanan kami.
Tepat pukul 17.00 kami tiba di kebumen dan langsung berjalan menuju pantai. Menepati sebuah janji di pinggir pantai sebagai titik temu karena aktifitas disenja itu telah dimulai kami lakukan. Namun, sepi dan hanyalah para nelayan setempat yang mencairkan suasana saat ketegangan kami muncul karena hilang nya komunikasi sesaat diantara kami dan teman-teman dari jakarta. Tak ingin melewatkan momment-momment indah, menyaksikan sang surya yang tenggelam dan mengabadikannya saat ia diatas bukit membuat kami saling berlomba untuk mengambil foto-foto terbaik.
Arloji menunjukkan waktu sudah pukul 18.00 dan gema suara adzan seolah menyapa kami di kota kebumen sore itu. Langit mulai gelap dan batas pandang kami tak lebih dari 10 meter. Lampu-lampu motor kami nyalakan. Mencoba menemukan kawan kami dari jakarta merupakan satu-satu nya tujuan yang harus kami capai. Satu hingga lima menit kami berfikir dan mencoba mencari titik pertemuan yang dapat mempertemukan kami dengan mereka. Mesin motor pun mulai menderu-deru seiring debu-debu pasir beterbangan diantara sela-sela roda motor kami. Dengan bantuan GPS dan Maps, kami pun mulai menjelajah jalan-jalan berpasir nan terjal. Tak henti-henti nya kami mencoba mencari jalan-jalan seperti yang ditunjukkan pada peta navigasi yang terinstall pada android. Jalan buntu merupakan langkah terakhir kami untuk menuju checkpoint. Sebuah pesan singkat kami layangkan keatas langit dan memberitahukan bahwa kami telah berada pada checkpoint. Lampu laser dan headlamp kami kelipkan layak nya suar di pinggir lautan. Sebuah lampu kecil pun tampak di kejauhan seolah membalas kerlipan lampu suar. Keceriaan pun menyelimuti wajah kami berempat dan sebuah jabat tangan mengakhiri perjalanan kami sore itu.
Malam semakin larut. Bintang-bintang dan bulan masih bersembunyi dibalik kelabu nya awan. Lelah dan pegal masih menaungi dibagian sudut sendi-sendi tulang kami. Istirahat, sholat, makan malam kemudian bercanda tawa seakan menjadi obat bagi itu semua. Dari sudut ruangan terdengar suara kawan kami bahwa dilapangan telah berkumpul banyak orang. Tanpa pikir panjang, ku saut headlamp dan windstopper untuk mulai menjelajah langit dan ikut berpartisipasi bersama para penjelajah langit dari kota Jakarta – HAAJ. Ramai nya suasana starparty tak menyurutkan semangat kami meski langit malam itu tidak begitu cerah. Sesekali bulan terlihat dari balik awan kemudian hilang kembali. Rayhan dan Ronny dialah sahabat kami yang memandu penjelajahan langit malam itu. Rayhan asik dengan pertanyaan dan murid barunya – wanda, dan ronny asik dengan teleskop nya yang mengintip sisi lain dari tetangga galaksi bimasakti kita yaitu Andromeda. Keakraban muncul disisi-sisi keramaian starparty. Aku mengenal Azis, Dessy, mella, sulfi, vinna dan masih banyak lagi hingga waktu menunjukkan pukul 23.00. Seakan langit sudah tidak mengijinkan kami untuk melihat nya. Awan tebal menutup pandangan kami kearah atas maupun sudut-sudut langit malam itu. Dengan berat hati, pengamatan pun kami cukupkan dan kembali ke penginapan yang tak jauh dari lokasi tempat kami mengamati langit.
Tak lelah mataku bersama para penjelajah langit yogyakarta – JAC masih ingin menikmati langit kebumen di malam yang gelap itu. Suasana di penginapan tampak sepi. Rasa lelah dan kantuk ternyata sudah menemani teman-teman HAAJ yang sejak siang hari beraktifitas mulai bersosialisasi, pengamatan langit senja hingga malam itu mengisi starparty di tengah-tengah ramai nya pengunjung. Saya dan kawan-kawan pun menyadari betapa capek nya aktifitas mereka di hari itu. Ngobrol, bercanda dan saling sharing pengalaman menjadi penghangat suasana antara JAC dan HAAJ saat itu. Mungkin, Lebih dari yang kami bayangkan. Sungguh malam itu bak seperti sepasang saudara yang lama tak bertemu. Dialah JAC dan HAAJ
Sepasang dua Jarum jam terbujur kaku dan saling menumpuk mengarah ke angka dua belas telah mengubah hari sabtu menjadi hari minggu. Langit malam berubah menjadi langit pagi dan bintang-bintang kecil mulai bermunculan menampakkan kerlipan cahayanya. “Lihat Pleiades sudah tampak!” itulah kata Ronny seakan sang kapten penjelajah langit akan mulai mengarungi sisi langit dipagi itu. Teleskop, tikar, headlamp dan binokuler menjadi peralatan kami pada penjelajahan pagi itu. Diantara hamparan sawah yang begitu luas dan jalanan yang sepi berbatu menjadi tempat kami mengamati langit malam itu. Sesekali kami pun merebahkan diri sambil mengamati jupiter dan Pleiades yang menjadi target utama kami pagi itu. Tampak empat buah satelit galilean mengorbit sisi planet jupiter. Tak mau melewatkannya, kami pun mulai bergiliran mengintip planet dan empat satelit nya. Di ujung timur tampak Betelgeuse, Belatrix, Rigel, Saiph beserta tiga bintang sejajar menghiasi langit pagi itu juga. Siapa dia? Ya, dialah si pemburu atau rasi orion. Orang jawa menyebutnya sebagai “Lintang Waluku”. Pertanyaan pun muncul saat semua mata tertuju pada rasi pemburu. “Menurut mu orion itu seperti apasih” celetuk dari salah satu kawan kami – Afi. Berbagai imajinasi pun muncul seketika, Afi mengatakan bahwa orion seperti seorang penerjun payung, aku berimajinasi orion seperti pesawat X-Wings dalam film fiksi StarWars dan Ronny membayangkan orion seperti bocah gaul yang sedang memegang skateboard persis seperti yang ia lihat di majalah Astronomy. Selang setelah kami berimajinasi membayangkan seperti apa bentuk dari rasi orion menurut imajinasi kami, ronny menjelaskan tentang sebuah pertemuan besar IAU yang membahas tentang kesepakatan penamaan rasi bintang dimana dari pertemuan besar IAU itulah kini dunia internasional mengakui adanya 88 nama Rasi bintang dilangit. Mata semakin berat dan udara dingin mulai menusuk diantara tulang-tulang kami. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 02.00, kami bergegas kembali ke penginapan dan mulai merebahkan tubuh yang sudah mulai terasa berat.
Suara gemuruh ombak memecah kesunyian. Tampak sang surya telah segar kembali dan menyinari embun-embun tipis yang masih tertidur diantara dedaunan. Aku dan semua orang yang berada dipenginapan mulai beraktifitas. Ada yang cuci muka, merapikan kasur, melipat selimut, Sepeda-an hingga jalan-jalan kepantai. Pagi itu waktu kami ternyata tak banyak, pukul 08.00 kami berempat dari JAC akan kembali ke kota gudeg begitu pula kawan-kawan HAAJ juga akan kembali ke Jakarta. Selang setelah 1 jam beraktifitas, kami pun makan pagi dan memastikan barang-barang kami sudah dikemas dalam tas. Tepat sekitar pukul 07.45 kami foto bersama sebagai momment terakhir starparty 3 dikebumen dan sebagai tanda silaturahmi antara HAAJ dan JAC terjalin begitu baiknya. Sang surya telah tinggi diatas ufuk timur dan suara-suara mesin motor kami mulai terdengar seakan waktu kembali pulang ke kampung halaman segera tiba. Kami pun berjabat tangan dengan kawan-kawan HAAJ sekaligus keluarga mas azis yang telah menyediakan tempat penginapan kami. Salam maupun lambaian tangan mengakhiri kegiatan starparty 3 dikebumen saat itu. Tak lupa sebuah kenangan dan harapan untuk bertemu kembali di lain acara tertanam di hati para pecinta dan penjelajah langit JAC & HAAJ.