“Ambillah kamera, lalu tunggulah hingga jelang Matahari terbenam atau tepat setelah Matahari terbit. Kemudian potretlah ke arah Matahari. Jika beruntung, ‘planet X’ akan terlihat tepat di samping Matahari.”
Begitulah petunjuk tertulis untuk mengabadikan ‘Planet X’ yang tersebar luas di dunia maya dan telah banyak dipraktikkan di berbagai penjuru. Ya, ‘Planet X’, yang disebut-sebut sebagai benda langit berukuran raksasa namun segelap batubara sehingga sangat redup dan sangat sulit dilihat. Planet X disebut-sebut telah lama terdeteksi, bahkan sejak 1983, namun identitasnya dirahasiakan oleh lembaga-lembaga astronomi internasional seperti NASA. Sebab ‘Planet X’ dikatakan akan berbenturan dengan Bumi pada 21 Desember 2012 pukul 18:00 WIB kelak, dengan titik benturan di Antartika. Benturan itu bakal tak kepalang dahsyatnya dan bakal menciptakan petaka global yang menjadi faktor utama penyebab akhir zaman alias kiamat.
Cukup menarik, dengan petunjuk yang sama seorang kawan berhasil mendapatkan foto Matahari saat senja di Yogyakarta 7 Oktober 2011 lalu, tepatnya pukul 16:54 WIB. Foto tersebut menyajikan gambar Matahari dengan sebuah bulatan bercahaya yang misterius di sisi kirinya,s eperti terlihat dalam gambar 1 di bawah ini. Apakah bulatan bercahaya tersebut adalah ‘Planet X’?
Analisis
Kita mencoba menganalisis foto tersebut. Pertama, yang perlu dilakukan adalah menetapkan posisi bulatan bercahaya tersebut. Foto tersebut tidak menyajikan informasi apapun terkait posisi Matahari maupun bulatan bercahaya di sisi kirinya. Namun karena foto diambil pada 7 Oktober 2011 pukul 16:54 WIB, maka kita bisa mengetahui bahwa Matahari pada saat itu secara astronomis berada pada posisi azimuth 265 derajat (5 derajat di selatan titik Barat) dan altitude 9 derajat. Dan karena cakram Matahari memiliki diameter 0,5 derajat bila dilihat dari Bumi, maka kita pun bisa mengetahui jarak sudut (elongasi) antara pusat cakram Matahari dengan pusat bulatan bercahaya tersebut adalah sekitar 1 derajat. Dengan demikian kita bisa mengestimasi posisi bulatan bercahaya tersebut, secara kasar, adalah pada azimuth 264 derajat dan altitude 10 derajat. Maka, jika diberi notasi, gambar 1 menjadi seperti di bawah ini (panah menunjukkan kilau cahaya Matahari).
Yang kedua, foto tersebut perlu dibandingkan dengan sumber lain yang independen. Perlu diketahui bahwa Matahari merupakan benda langit yang terus-menerus dipantau oleh berbagai observatorium landas bumi alias satelit. Saat ini ada empat satelit aktif yang memonitor Matahari tanpa terputus selama 24 jam penuh per hari, 7 hari penuh per minggu. Masing-masing adalah satelit kembar STEREO (Solar Terestrial Relation Observatory), satelit SDO (Solar Dynamics Observatory) dan satelit SOHO (Solar and Heliospheric Observatory). Bila satelit kembar STEREO dan SDO adalah dibuat dan dioperasikan oleh NASA, maka satelit SOHO dibuat oleh konsorsium Astrium dari Eropa serta dioperasikan bersama oleh ESA (badan ruang angkasa Eropa) dan NASA dengan kendali utama terletak di ESA. Karena NASA “selalu dicurigai” menyembunyikan informasi, mari gunakan satelit SOHO saja, sang veteran pemantau Matahari yang telah bertugas sejak Desember 1995 silam.
|
|
Satelit SOHO mengorbit Matahari pada titik Lagrange L1, yakni titik yang berjarak 1,5 juta km dari Bumi dan terletak pada garis lurus imajiner antara Bumi-Matahari. Titik Lagrange L1 adalah titik dimana gravitasi Bumi dan Matahari adalah seimbang, dimana antara titik ini dengan Matahari tidak ada benda langit berukuran besar yang menghalangi. Sehingga titik Lagrange L1 merupakan lokasi ideal guna menempatkan satelit pemantau Matahari yang bekerja secara terus-menerus tanpa terganggu rotasi Bumi maupun penutupan (penggerhanaan) oleh Bulan. Ilustrasi titik Lagrange L1 adalah seperti di bawah ini.
Ada berbagai instrumen yang terpasang pada satelit SOHO, dua diantaranya adalah LASCO C2 dan LASCO C3. LASCO (Large Scale Coronagraph) adalah teleskop reflektor yang dilengkapi dengan koronagraf, yakni cakram pipih padat yang ditujukan untuk menutupi cakram Matahari yang terang sangat menyilaukan. Sehingga cahaya Matahari tidak ada yang langsung masuk ke teleskop, kecuali telah dipantulkan terlebih dahulu oleh benda langit. Dengan demikian koronagraf merupakan ‘gerhana buatan’ yang membuat lingkungan di sekitar Matahari bisa dipantau dengan seksama tanpa perlu khawatir oleh silau cahaya Matahari. Tujuan dari instrumen LASCO adalah untuk memantau lingkungan sekitar Matahari, terutama mengobservasi dinamika aktivitas Matahari yang terlepas ke angkasa (misalnya badai Matahari). Pun juga untuk memantau benda-benda langit yang nampak di sekitar Matahari, khususnya yang belum dikenal, seperti komet baru maupun benda langit asing lainnya.
LASCO C2 dan LASCO C3 adalah identik, kecuali dalam hal medan pandang dan perbesarannya. LASCO C2 memiliki perbesaran lebih besar, sehingga medan pandangnya lebih sempit (yakni 2 derajat) dengan ukuran koronagraf 1 derajat. Sebaliknya LASCO C3 perbesarannya lebih kecil sehingga medan pandangnya lebih besar (yakni 8 derajat) dengan ukuran koronagraf 2 derajat. Dengan demikian kedua instrumen ini memenuhi syarat untuk mengidentifikasi apakah bulatan bercahaya yang terdapat dalam gambar 1 nyata adanya.
Sebelum citra hasil bidikan kedua instrumen tersebut kita manfaatkan, terlebih dahulu posisi Matahari dan lingkungan sekitarnya dilihat dari Yogyakarta pada 7 Oktober 2011 pukul 16:54 WIB kita simulasikan, sehingga arah pandang satelit SOHO dapat disesuaikan dengan arah pandang dari Yogyakarta. Menggunakan software Starry Night dan dengan menghilangkan suasana siang, maka lingkungan Matahari dapat dilihat dalam gambar 4 berikut.
Dapat dilihat adanya benda-benda langit di sekitar Matahari yang menjadi penanda, seperti planet Merkurius dan Saturnus serta bintang Porrima dan Chi Virginids dari gugusan bintang Virgo, dengan tingkat terang atau magnitudo semu (m) masing-masing. Sebuah lingkaran kecil pun bisa ditempatkan sesuai dengan posisi bulatan bercahaya yang ada pada gambar 1. Setelah citra LASCO C2 yang diambil pada 7 Oktober 2011 pukul 16:42 WIB diorientasikan agar sesuai dengan gambar 4, maka didapatkan gambar sebagai berikut.
Nampak jelas bahwa dalam citra tersebut benda-benda langit yang menjadi penanda dalam gambar 4 pun terlihat dengan posisi yang sesuai dan mudah diidentifikasi. Namun bulatan bercahaya yang dimaksud dalam gambar 1 ternyata tidak ada.
Untuk lebih memastikannya, mari gunakan instrumen LASCO C2 yang perbesarannya lebih besar. Dengan mengorientasikan citra LASCO C2 yang diambil pada 7 Oktober 2011 pukul 16:36 WIB sesuai dengan gambar 4, kita memperoleh pada lokasi bulatan bercahaya seperti dalam gambar 1 ternyata tidak ada benda langit apapun!
Baik citra LASCO C3 maupun LASCO C2 memang tidak tepat diambil pada jam yang sama dengan foto di gambar 1, namun masing-masing berselisih 12 menit dan 18 menit sebelumnya. Meski demikian selisih ini tidak signifikan. Sebab meski kecepatan gerak benda-benda langit memang amat tinggi, namun resultan kecepatan relatifnya terhadap titik Lagrange L1 Bumi adalah demikian rupa sehingga relatif lambat. Sebagai gambaran adalah Merkurius, yang mengorbit Matahari dengan kecepatan rata-rata cukup tinggi yakni 47 km/detik, namun demikian dalam citra LASCO nampak bergerak lambat sehingga teramati dengan jelas sejak akhir September. Dengan demikian tak ada alasan untuk mengatakan tak terlihatnya bulatan bercahaya pada gambar 1 dalam citra LASCO C3 dan LASCO C2 sebagai akibat geraknya yang sangat cepat. Terlebih lagi jika benda itu hendak berbenturan dengan Bumi.
Konfimasi sejenis dengan menggunakan citra satelit STEREO maupun SDO memastikan memang tak ada benda langit di posisi bulatan bercahaya yang dimaksud gambar 1. Demikian pula, tak ada astronom yang melaporkan keberadaan benda serupa. Karena itu bisa disimpulkan, benda tersebut memang tak ada di langit.
Analogi : Komet McNaught 2007
Masalah keterlihatan benda bercahaya terang yang ada di lingkungan sekitar Matahari sebenarnya dapat dianalogikan dengan peristiwa menarik di tahun 2007 silam. Yakni tatkala komet McNaught, komet paling terang yang nampak dari Bumi sepanjang empat dekade terakhir. Pada saat mendekati perihelionnya (yakni titik terdekatnya terhadap Matahari) pada 14 Januari 2007 lalu, komet McNaught memiliki magnitudo semu hingga -7 sehingga membuatnya mampu terlihat dengan jelas di siang hari, asalkan kita menghindari menatap Matahari langsung. Dengan kata lain, komet ini terlihat dengan jelas di siang bolong sepanjang cahaya Matahari tidak masuk ke kamera secara langsung.
Observasi Jogja Astro Club (JAC) pada 14 Januari 2007 memastikan komet McNaught ini memang dapat terlihat di siang bolong, bahkan pada saat terik Matahari jam 1 siang, meskipun hanya difoto dengan kamera digital poket saja. Komet nampak jelas dalam gambar 7 berikut (ditandai dengan panah). Laporan sejenis juga berdatangan dari para astronom di berbagai penjuru dunia.
Komet tersebut ternyata terekam juga dalam citra LASCO C3 satelit SOHO yang diambil pada 13 Januari 2007 pukul 20:54 WIB. Komet nampak sangat terang, sekitar 40 kali lebih terang dibanding Merkurius, sehingga kilauan cahayanya jelas terlihat dan mendominasi lingkungan Matahari saat itu. Demikian terangnya komet ini sehingga citra LASCO C3 satelit SOHO bahkan harus direduksi hingga ke titik minimum agar gambar yang disajikan satelit tidak hanya berupa cahaya putih semata yang berasal dari komet ini (lihat gambar 8 berikut).
Sebuah benda langit yang berdekatan dengan Matahari dapat terlihat bilamana lebih terang dibanding planet Venus (magnitudo semu -4,0). Bila hal ini diterapkan dalam bulatan bercahaya yang ada di gambar 1, seharusnya bulatan tersebut jauh lebih terang dibanding planet Venus, bahkan dibanding komet McNaught, karena dimensinya jelas terlihat. Dengan demikian, seharusnya citra satelit SOHO pada instrumen LASCO C3 dan C2 seperti gambar 4 dan 5 seharusnya pun memperlihatkan benda bercahaya sangat terang seperti halnya yang disajikan dalam gambar 8. Dengan fakta bahwa gambar 4 dan 5 ternyata wajar-wajar saja (alias tidak merekam benda sangat terang didalamnya), jelas bahwa bulatan bercahaya yang terekam dalam gambar 1 bukanlah benda langit.
Hanya Ilusi
Lantas bulatan bercahaya itu apa? Disinilah kita memasuki langkah analisis yang ketiga, yakni membandingkannya dengan gambar Matahari yang diambil secara langsung dengan kamera, yakni yang memungkinkan cahaya Matahari masuk secara langsung ke dalam kamera. Ternyata bulatan bercahaya sejenis pun terlihat, seperti disajikan dalam gambar 9 berikut (bulatan bercahaya ditandai dengan panah).
Jelas bahwa bulatan bercahaya tersebut muncul karena kita mengarahkan kamera langsung ke Matahari. Sehingga terjadi ilusi fotografis, dimana cahaya Matahari yang kuat dipantulkan oleh bagian tertentu pada lensa kamera sehingga membentuk bayangan yang memiliki ukuran sama dengan Matahari, namun lebih redup. Hal serupa pun terjadi jika kita mengamati benda langit terang lainnya dengan menggunakan alat optik yang sesuai. Misalnya pengamatan Venus dengan menggunakan teleskop. Di akhir abad ke-19, dunia astronomi pernah dihebohkan dengan penemuan titik cahaya terang di samping Venus dan telah berkali-kali teramati teleskop. Namun evaluasi lebih hati-hati menyimpulkan benda terang tersebut sebenarnya tak pernah ada di langit, sebab hanyalah bayangan hasil pantulan cahaya Venus ke mata manusia (setelah melewati tabung teleskop).
Karena itu, untuk mengamati lingkungan di sekitar benda-benda langit yang terlalu terang bila menggunakan alat optik tertentu, selalu disarankan untuk memblokir cahaya dari benda-benda langit terang tersebut sehingga tidak ada cahayanya yang langsung masuk ke mata atau kamera. Pemblokiran cahaya tersebut dapat menggunakan koronagraf sederhana, yang diilustrasikan sebagai berikut.
Sehingga, sebagai kesimpulan akhirnya, bulatan bercahaya yang teramati di Yogyakarta pada 7 Oktober 2011 pukul 16:54 WIB bukanlah benda langit yang sesungguhnya, apalagi benda seukuran planet. Itu hanyalah ilusi fotografis akibat teknik pemotretan yang kurang tepat.
Itu mah cuma glare di lensa kamera, coba aja kamu foto lampu HID atau sumber cahaya terpusat lainnya, dan lensa kamera agak dimiringkan sedikit aja, pasti bakal terdapat objek yg sama. 😀
Betul, sebenarnya tujuan nulisnya ya untuk njelasin yng kayak gitu
Wekekek…pusing saya….gw yg sering liat benda langit pk teleskop termasuk matahari..kagak ada nigh yg namanya bulatan laen!!! wekekek itumah lens flare kaleeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee!!!!
cape degh!!
Emang lens flare. Nah makanya dijelaskan lebih lanjut, soalnya masih ada aja yg beranggapan itu real sky objects 😉
kalo planetXXX sekarang banyak gan…hehe
Husss..
menarik analisanya….intinya jangan tertipu dg efek kamera apalagi dikaitkan dg kiamat…
Yup. Kan sepeti pernah kita diskusikan, para pengusung Kiamat 2012 menggunakan segala cara untuk menjustifikasi apa yang mereka “perjuangkan” 🙂
Saya, karena keterbatasan akal, belum paham dengan penjelasan astronomisnya. Tapi, glare memang biasa terjadi dalam fotografi
sbnernya gw brharap itu real sky wkwk
klu fenomena bulatan yang katanya banyak muncul kalu kita memotret di tempat2 angker (istilahnya sie: ORBS) ada yg bisa jelaskan gak?
Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS Al-Anbiya : 33)
mengapa NASA merahasiakannya?
Mungkin karna takut kesalahanya diketahui oleh pakar astronomi di seluruh dunia.
Jujur, gw takut banget ma’ prediksi planet x, tapi gw mencoba membawanya dengan santai., siapa tau aja itu cuman teori yg salah besar.., amieennn. titip salam buat anak” SDN Neglasari 5.., “kalian jangan takut, tuhan ada disisi kalian.”
planet X ????????????????? massa NASA nyembunyiin rahasia itu kan penting bagi dunia
kenapa dinamakan planet X ??? karena kalau dinamakan planet XXXL kebesaren ,
planet X kan kecil