Cuaca tentu menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan kita dalam melakukan pengamatan langit baik siang maupun malam. Tak jarang semalaman kita menunggu kapan langit akan terbuka dan bintang-bintang mulai bisa menampakkan dirinya didepan mata kita. Berbagai cara dilakukan untuk mengetahui kapan cuaca akan cerah dan salah satunya adalah dengan membaca citra satelit cuaca.
Sejak Penjelajah Langit lahir, saya dan kawan-kawan telah menggunakan produk citra satelit cuaca yaitu Citra Satelit Himawari 8. Satelit Himawari 8 adalah satelit cuaca geostasioner milik Badan Meteorologi Jepang yang bekerja pada panjang gelombang cahaya tampak hingga inframerah. Hasil dari pencitraan satelit Himawari mencakup wilayah asia-pasifik termasuk Indonesia. Secara kontinyu satelit ini mengirimkan citra terbaru dengan rentang waktu update selama 10 menit dan untuk citra cuaca jepang selama 2,5 menit. Dari hasil pemantauan cuaca oleh satelit Himawari-8, kita dapat mengetahui temperatur awan, kondisi uap air hingga pergerakan awan di lapisan Troposfer. Karena kemampuan satelit inilah saya dan kawan-kawan astronom amatir di Penjelajah Langit selalu menggunakan citra satelit cuaca Himawari-8 untuk mengetahui pergerakan awan, tingkat kecerahan langit seperti “Seeing & Transparency” atau banyak tidaknya jumlah awan di langit, hingga memprediksi kapan langit cerah.
Di Indonesia kita dapat mengakses Citra Satelit Cuaca Himawari-8 melalui website Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG di alamat https://www.bmkg.go.id/satelit/ . Citra cuaca yang akan kita baca adalah citra “Himawari-8 IR Enhanced”. Jika link tersebut tidak dapat diakses maka cobalah untuk mengakses link http://satelit.bmkg.go.id kemudian pilih “Citra Satelit Wliayah Indonesia” produk Himawari 8.
Setelah kita masuk pada halaman Citra Satelit Cuaca, teman-teman akan menemukan peta indonesia dengan berbagai warna. Peta inilah yang kita sebut sebagai Citra Satelit Cuaca.
Seperti halnya peta-peta geografis lainnya, Citra Satelit Cuaca juga memiliki legenda yang berada di sebelah kanan citra. Legenda tersebut adalah suhu puncak awan yang didapat dari pengamatan radiasi pada panjang gelombang 10.4 mikro meter yang kemudian diklasifikasi dengan pewarnaan dari hitam hingga merah. Dari citra satelit cuaca kami mencoba untuk melakukan pengamatan langit khususnya di malam hari. Dari hasil pengamatan kami di lapangan kamipun mencoba untuk mendeskripsikan kondisi dari macam-macam warna tersebut antara lain sebagai berikut :
Langit Sangat Cerah
Suhu hangat atau suhu dimana tidak terdapat pembentukan awan akan ditunjukkan dengan temperatur awan dari 60 – 21 derajat Celcius atau dalam peta di perlihatkan dengan warna hitam. Di kondisi yang rendah polusi cahaya bintang-bintang tampak dilangit sangat jelas.
Langit Cerah
Langit cerah berkisar dari suhu 21 – 8 derajat Celsius. Pada kisaran suhu tersebut langit akan tampak terbebas dari awan namun beberapa awan tipis dalam jumlah sedikit terkadang muncul. Dalam peta langit cerah ditunjukkan dengan warna biru tua.
Langit Berawan Tipis
Suhu untuk langit berawan tipis ditunjukkan mulai dari 8 – 0 derajat Celsius atau dalam peta diperlihatkan dengan warna biru muda. Pada kondisi seperti ini benda langit yang tampak dimalam hari akan bersinar dengan dikelilingi pendaran awan yang cukup tipis.
Langit Berawan
Semakin dingin suhu puncak awan mulai dari 0 hingga -28 derajat Celsius, awan yang akan terbentuk cukup tebal. Dimalam hari cakram Bulan masih terlihat cukup jelas namun terdapat pendaran awan yang mengelilingi cakram Bulan.
Langit Berawan Tebal
Mendekati -28 hingga -56 derajat Celsius menunjukan pertumbuhan awan yang sangat signifikan dan berpotensi terbentuknya awan tebal. Pada kondisi seperti ini langit sudah tidak akan menampilkan benda langit. Keberadaan Matahari dan Bulan mungkin hanya terlihat cahayanya saja sedang bentuk cakramnya sudah mulai kabur atau tidak telihat jelas.
Langit Berawan Sangat Tebal
Dibawah -56 hingga mencapai -100 derajat Celsius, cuaca yang terjadi umumnya adalah langit akan tertutup awan yang sangat tebal dan berpotensi hujan. Seluruh benda langit sudah tidak dapat lagi terlihat. Cahaya matahari sudah mulai berpendar dan cakram Matahari sudah tidak dapat terlihat.
Dalam astronomi terdapat dua istilah yang sering digunakan untuk mendefinisikan kondisi langit yaitu “Seeing & Transparency.” Seeing adalah ukuran seberapa tajam benda langit saat di lihat dengan menggunakan teleskop. Sedang Transparency adalah seberapa bersih langit saat kita melakukan pengamatan. Seeing dipengaruhi oleh turbulensi atmosfer sedang Transparency dipengaruhi oleh kelembapan udara, kabut dan awan. Agar lebih mudah memahami kondisi langit kami mencoba mengamati keduanya dengan kondisi temperatur awan yang berbeda-beda. Temperatur awan kami dapatkan dari hasil pengindraan satelit cuaca Himawari 8. Berikut adalah hasil pengamatan Bulan purnama yang dilakukan oleh komunitas astronomi Penjelajah Langit dengan kondisi Bulan Purnama di berbagai temperatur seperti yang tertampil pada Citra Satelit Cuaca.
Cara Membaca Citra Satelit Cuaca dengan Infografik “Seeing & Transparency”
- Tentukan lokasi pengamat di Citra Satelit Cuaca. Sebagai Contoh Yogyakarta.
- Lihat warna yang muncul pada lokasi. Pada legenda warna untuk Yogyakarta adalah Biru Muda.
- Cocokan warna tersebut warna dengan Infografik “Seeing & Transparency” dan perkiraan kondisi langit akan anda dapatkan.
Disiang hari mungkin keberadaan “Langit cerah” hingga “langit berawan tipis” tidak begitu signifikan. Namun di malam hari hal tersebut akan berdampak pada terlihat jelas tidaknya bintang maupun nebula. Terlebih jika anda melakukan pemotretan langit atau astrofotografi maka langit berawan tipis akan cukup mengganggu keberadaannya saat hasil foto dilakukan pengolahan digital.
Kelemahan Citra Satelit Cuaca Himawari 8
Dari hasil pengamatan langit baik siang maupun malam, Citra Satelit Cuaca himawari 8 tidak mampu mendeteksi keberadaan awan-awan level rendah yang dapat muncul sewaktu-waktu. Kalo saya boleh bilang “Mendung tidak berarti hujan tapi hujan pasti mendung.” Itulah ungkapan yang paling jelas untuk mendeskripsikan kelemahan tersebut karena memang untuk urusan memprediksi keberadaan partikel air hujan saya menganggap bahwa Citra Satelit Cuaca Himawari 8 kurang presisi. Lantas bagaimana cara memprediksi atau memperkirakan keberadaan awan hujan di langit? Jawabannya ada pada artikel selanjutnya yang berjudul “Cara Memprediksi Hujan”
Saran
Dari pengalaman saya selama mengamati dan memotret langit malam, langit sangat optimal untuk diamati ketika suhu langit berkisar dari 60 – 0 Derajat Celsius atau jika digambarkan dalam warna pada citra cuaca adalah hitam hingga biru. Bila mana anda ingin melakukan pemotretan langit atau astrofotografi, langit sangat optimal untuk dipotret pada suhu 60 – 14 derajat Celsius atau warna hitam hingga biru tua.
Referensi :
- BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA. 2018. “Himawari-8 IR Enhanced – Indonesia”, http://www.bmkg.go.id/satelit/ diakses pada 20 Februari 2019
- Gunawan, Eko Hadi. 2018. Handbook Penjelajah Langit